Kehidupan sehari-harinya masyarakat laki-laki memakai pangsi dengan kepala terbungkus iket. Sementara kaum wanita mengenakan kebaya. Mayoritas masyarakat penghuni kampung adat adalah petani.
Tradisi yang paling menonjol adalah nilai-nilai budaya menanam dan menyimpan padi. Mulai dari memilih benih, penanaman, panen sampai menyimpan padi, semuanya dilakukan secara tradisional.
Masyarakat Kasepuhan Ciptagelar hanya menanam padi setahun sekali. Bahkan pasokan padi bisa untuk lima sampai enam tahun kedepan.
Baca Juga: 5 Buku Rekomendasi Buku Bacaan Mahasiswa Antropologi Budaya
Baca Juga: Mengenal Bubur Suro, Kuliner Daerah Yang Masuk Waris Budaya Tak Benda
Dikutip PurwakartaNews.com dari sukabumikab.go.id pada tahun 1960-an Kampung Kasepuhan Ciptagelar mempunyai nama khusus yang dapat dianggap sebagai nama asli masyarakat tersebut, yaitu perbu namun nama perbu diganti menjadi kasepuhan atau kesatuan.
Sejak tahun 2001 sekitar bulan juli kampung ciptarasa yang berasal dari Desa Sirnarasa melakukan hijrah wangsit ke Desa Sirnaresmi, di Desa Sukamulya Abah Anom sebagai pemimpin kampung adat memberi nama Ciptagelar yang artinya terbuka atau pasrah.
Kepindahan Kampung Ciptarasa ke Ciptagelar ini atas perintah leluhur yang disebut wangsit, wangsit yang diterima Abah Anom melalui proses ritual yang hasilnya harus dilaksanakan.
Baca Juga: 5 Tradisi Unik 17 Agustus di Berbagai Daerah Indonesia
Baca Juga: Mengenal Rajah dalam Kebudayaan Sunda