Muhammadiyah: Pembubaran FPI Bukan Anti Islam tapi Penegakkan Hukum

- 31 Desember 2020, 12:01 WIB
Petugas gabungan dari TNI dan Polri mencopot atribut FPI di Jalan Petamburan.
Petugas gabungan dari TNI dan Polri mencopot atribut FPI di Jalan Petamburan. /ANTARA/Livia Kristianti

PURWAKARTA NEWS - Muhammadiyah menanggapi langkah pemerintah membubarkan Front Pembela Islam atau FPI dengan melarang semua bentuk kegiatan dan atribut FPI.

Menurut Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu'ti pembubaran tersebut bukanlah tindakan anti Islam. Melainkan apa yang dilakukan pemerintah adalah penegakan hukum dan peraturan.

Untuk itu Abdul Mu'ti meminta masyarakat tidak perlu berlebihan menyikapi pembubaran FPI oleh pemerintah.

Baca Juga: Semua Aktivitas FPI Dilarang Termasuk Konferensi Pers di Petamburan

"Masyarakat tidak perlu menyikapi dan bereaksi berlebihan. Yang dilakukan pemerintah bukanlah tindakan anti-Islam. Tapi menegakkan hukum dan peraturan," tulis Abdul Mu'ti sebagaimana dilansir Purwakarta News dari Antara, Kamis 31 Desember 2020.

Abdul Mu'ti berpendapat organisasi masyarakat yang tidak punya izin atau Surat Keterangan Terdaftar (SKT) sudah habis masa berlakunya, maka organisasi kemasyarakatan (ormas) itu sudah dengan sendirinya dinyatakan tidak ada atau ilegal.

Menurut Abdul Mu'ti secara hukum FPI sudah bubar dengan sendirinya.

Baca Juga: Soal FPI Dilarang, Komnas HAM Masih Bungkam

"Jadi sebenarnya pemerintah tidak perlu membubarkan karena secara hukum FPI sudah bubar dengan sendirinya," jelasnya.

Abdul Mu'ti meminta pemerintah berlaku adil dengan tidak membiarakan ormas lain yang tidak memiliki SKT melakukan tindakan yang meresahkan.

"Demikian halnya kalau ada ormas yang kegiatanya meresahkan masyarakat, suka melakukan sweeping dan main hakim sendiri. Semua harus ditindak tegas. Hukum harus ditegakkan pada semuanya," ujar Mu'ti.

Baca Juga: Polisi Angkut Tujuh Orang dari Bekas Markas FPI Pusat di Petamburan

Ketua PP Muhammadiyah Abdul Munir Mulkhan mendukung pelarangan FPI karena memang tak ada legalitas keberadaannya.

"Sikap tegas dalam penegakan hukum tersebut sangat diperlukan dalam situasi sosial yang kritis seperti ini. Jelas itu sudah sesuai undang-undang ormas," ujarnya.

Abdul Munir meminta pemerintah perlu melakukan edukasi terhadap mantan anggota FPI agar lebih lurus sebagai warga bangsa.

Enam pejabat setingkat menteri menandatangani keputusan bersama penghentian aktivitas dan pelarangan atribut FPI.

Baca Juga: Simpatisan Bakal Berurusan dengan Polisi Kalau Nekat Bikin Acara dan Pakai Atribut FPI

Keputusan tersebut ditandatangani Menteri Dalam Negeri, Menteri Komunikasi dan Informatika, Kepala Badan Nasional Pencegahan Terorisme, Jaksa Agung, Menteri Hukum dan HAM, dan Kapolri.

Keputusan bersama itu kemudian diumumkan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD di Jakarta pada Rabu 32 Desember 2020.

Mahfud MD menegaskan pemerintah menghentikan kegiatan dan aktivitas Front Pembela Islam (FPI) dalam bentuk apapun.

Alasannya FPI tak lagi mempunyai legal standing baik sebagai ormas maupun sebagai organisasi biasa.

Baca Juga: FPI Dilarang, Partai Amanat Nasional Hormati Keputusan Pemerintah

"Pemerintah melarang aktivitas FPI dan akan menghentikan setiap kegiatan yang akan dilakukan karena FPI tak lagi mempunyai legal standing baik sebagai ormas maupun sebagai organisasi biasa," kata dia, saat jumpa pers di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Rabu 30 Desember 2020.

Dalam keputusan iru, FPI dinilai banyak melakukan aktivitas yang melanggar ketertiban dan keamanan umum dan bertentangan dengan hukum.

Pelanggaran tersebut seperti tindak kekerasan, sweeping secara sepihak, provokasi dan lainnya.

Atas dasar itu pemerintah membuat keputusan melarang aktivitas dan atribut FPI, berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 82/PUU-XI/2013 tertanggal 23 Desember tahun 2014.***

Editor: Muhammad Mustopa

Sumber: ANTARA


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini