Survey: Mayoritas Warga Papua Setuju Otonomi Khusus, Hanya 8 Persen yang Menolak

27 Mei 2021, 23:53 WIB
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD /Sumber: Instagram / @mohmahfudmd/

PURWAKARTA NEWS - Sebanyak 82 persen warga Papua setuju dengan otonomi khusus (Otsus).

Data ini disampaikan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD saat menggelar dialog tentang Papua, di Jakarta, Kamis 27 Mei 2021 dilansir dari Antara.

Mahfud mengungkapkan berdasarkan survei yang dilakukan BIN bekerja sama dengan sejumlah universitas, sekitar 92 persen warga Papua pro-NKRI yang mendukung pembangunan di Papua.

Baca Juga: Presiden PKS Ahmad Syaikhu Yakini Anies Baswedan Potensial Memenangkan Pilpres 2024

"Sebanyak 82 persen setuju otsus, sekitar 10 persen menyatakan terserah pemerintah, berarti setuju juga, dan sisanya 8 persen yang menolak," kata Mahfud.

Dia menyebutkan sekitar 8 persen itu terbagi tiga, yakni bergerak di jalur politik, klandestein, dan KKB.

"Yang paling kecil, yakni KKB, inilah yang dihadapi dengan penegakan hukum berdasarkan UU No 5 tahun 2018 tentang Terorisme. Jadi yang dihadapi adalah KKB Egianus Kagoya, KKB Lekagak Talenggen, KKB Militer Murib, dan kelompok lain lagi, jadi bukan KKB Papua," ujarnya.

Dalam dialog ini, Menko Mahfud kembali menegaskan bahwa pemerintah membangun Papua dengan pendekatan kesejahteraan dan dialog.

Baca Juga: Panglima TNI Paparkan Ancaman Perang Siber Pemicu Ketegangan Antar Negara

Sebagian besar warga Papua menyatakan mendukung pembangunan di Papua dan mengharapkan Papua dibangun dengan damai.

Sementara itu, Kepala KSP Moeldoko mengatakan, komitmen presiden dalam membangun Papua sangat tinggi.

"Presiden mana yang pernah berkunjung ke Papua sampai 17 kali. Belum ada, baru pada masa Presiden Jokowi hal itu terjadi, karena beliau ingin Papua maju dan damai," Moeldoko.

Silaturahim kebangsaan berjudul “Membangun Papua yang Damai dengan Berbagai Program” ini dihadiri, antara lain Wakil Ketua Komnas HAM Amiruddin Al Rahab, tokoh LSM Haris Azhar (Lokataru), tokoh senior Papua seperti Freddy Numberi, Yorrys Raweyai, dan Michael Manufandu, peneliti LIPI Adriana Elisabeth, akademisi Hikmahanto Juwana dan Rhenald Kasali.

Baca Juga: Tiga Front Terdeteksi Intelijen Galang Dukungan Referendum Papua

Hadir pula tokoh-tokoh agama, yakni Sekretaris Umum PGI Jacklevyn Manuputty, Ketua PBNU Marsudi Syuhud, dan Sekjen PP Muhammadiyah Abdul Mu’ti.

Dari kalangan pemerintah hadir Kepala BNPT Boy Rafli Amar, pimpinan Polri, TNI, BIN, dan beberapa perwakilan Kementerian dan Lembaga.

Dalam sesi dialog, guru besar hukum internasional Prof Hikmahanto Juwana sependapat dengan Mahfud MD, bahwa Papua bagian dari NKRI dan itu sudah final.

"Kita membangun Papua karena Papua bagian dari Indonesia," katanya.

Baca Juga: Intelijen Minta DPR Percepat Amandemen Undang-undang Otsus Papua

Hikmahanto mendukung bahwa kelompok kriminal bersenjata (KKB), masuk klasifikasi teroris, dan dapat dikenai UU Terorisme.

Mewakili kalangan gereja Jacklevyn Manuputty, mengatakan gereja tidak bisa dipisahkan dalam menyelesaikan permasalahan Papua.

Dia mengingatkan, pemerintah perlu memiliki narasi agar dapat menyentuh hati masyarakat Papua.

"Persoalan Papua juga persoalan gereja, sehingga gereja harus dilibatkan dalam menyelesaikan masalah papua," ujar Jaklevyn.

Baca Juga: Penelitian Sel dendritik untuk Hadapi COVID-19 Didukung Kasad Jenderal Andika Perkasa

Di sisi lain, Haris Azhar mengingatkan pemerintah untuk memperhatikan kondisi pengungsi di Ilaga dan Ndunga.

'Perlu ada pendampingan dari BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) agar tidak terjadi penyelewengan anggaran," kata Haris seraya menambahkan masalah sumber daya manusia tak kalah pentingnya untuk mendapat perhatian pemerintah.

Sementara tokoh Papua Yorrys Raweyai mengatakan, selama Papua bergabung dengan NKRI sejak 58 tahun silam, masalah Papua terus muncul.

"Berarti ini ada problem," katanya.

Menurut Yorrys, masalahnya ada pada narasi terkait Papua yang berbeda-beda, sehingga pemahaman terkait Papua, khususnya untuk generasi baru, tidak sama.

"Marilah kita rapatkan barisan. Kita satukan narasi dan diksi untuk menyatukan tekad menghadapi tantangan-tantangan di Papua," katanya.***

Editor: Fajar Maritim

Sumber: ANTARA

Tags

Terkini

Terpopuler