Pedagang Sate Maranggi di Purwakarta Ngeluh Pasca Diberlakukannya Grafik Perjalanan KA

- 5 Juni 2023, 11:45 WIB
Pedagang Sate Maranggi di Purwakarta Ngeluh Pasca Diberlakukannya Grafik Perjalanan KA
Pedagang Sate Maranggi di Purwakarta Ngeluh Pasca Diberlakukannya Grafik Perjalanan KA /Nanang S/Galura

PURWAKARTA NEWS - Tempat makan Kampung Sate Maranggi yang berada di Plered, Purwakarta tak seperti biasanya. Tempat yang kerap ramai dikunjungi oleh para penumpang Kereta Api (KA) itu kini menjadi sepi pasca adanya pemberlakuan grafik perjalanan KA (Gapeka).

Setelah diberlakukannya Gapeka tersebut berimbas pada banyaknya keluhan dari sejumlah pedagang Sate Maranggi di Kampung Sate Maranggi, Plered, Purwakarta.

Suasana Kampung Sate Maranggi Plered yang berada tidak jauh dari Stasiun Kereta Api itu akhir-akhir ini menjadi sepi pengunjung karena penumpang KA yang biasanya menikmati Sate Maranggi di tempat tersebut terbatas.

Baca Juga: Cegah Penyakit Lato-lato pada Hewan Qurban, Anne Ratna Mustika Vaksin 5.500 Hewan di Pasar Hewan Ciwareng

Baca Juga: Daisuke Sato Antusias Sambut Panggilan Timnas Filipina

Baca Juga: 1.667 Anggota Polri Bakal Dipindahkan ke IKN

Seorang pedagang Sate Maranggi di Kampung Sate Maranggi Plered, Yuri Anggraeni mengatakan, pasca diberlakukannya Gapeka, pengunjung di Kampung Sate Maranggi merosot.

Sebab kata Yuri, terjadi perubahan jadwal keberangkatan, stasiun pemberhentian hingga penomoran pada sebagian besar KA di wilayah Daop 2 Bandung.

Kereta relasi Garut - Purwakarta termasuk yang terdampak pemberlakuan Gapeka. Dengan aturan baru, kini kereta lokal ini hanya transfit sekitar 15 menit di Stasiun Plered. Padahal sebelumnya, waktu berhenti bisa berjam-jam.

"Sangat berdampak, karena kan dulu berhentinya lama bisa berjam-jam jadi bisa istirahat dulu," kaya Yuri saat diwawancarai belum lama ini.

"Jalan-jalan para penumpangnya dan banyak banget yang makan sate, kalau sekarang hanya satu dua, itu pun beli satenya yang udah siap, karena waktunya sedikit," tambah Yuri menyampaikan keluhannya.

Yuri mengungkapkan, sebelum adanya Gapeka, ratusan tusuk sate maranggi bisa terjual kepada penumpang kereta. Namun kini penumpang enggan turun lantaran khawatir tertinggal kereta.

"Perubahan ini sudah lama, setelah pandemi lah, tahun kemarin kira-kira. Biasanya warga Bandung itu rombongan sengaja ke sini buat makan sate sekarang mah yang ada mereka ketakutan ketinggalan kereta, jadi beli yang udah ada dan sedikit," ungkapnya.

Baca Juga: Tidak Ada WNI dalam Daftar Korban Kecelakaan Maut Kereta Api di India

Baca Juga: Rieke Diah Pitaloka Komentari Postingan Dedi Mulyadi di Instagram Saat Dipeluk Wanita, Netizen: Kode Nih

Baca Juga: Tidak Ada Pengawalan Khusus pada Sidang Perdana Mario Dandy dan Shane Lukas di PN Jaksel 6 Juni Nanti

Yuri termasuk seorang saksi sejarah Kampung Sate Maranggi. Dia adalah penjual yang meneruskan usaha kakek moyangnya. Awalnya, perempuan 29 tahun ini berjualan di sekitar stasiun, pindah ke pinggir jalan sebelum didirikan tempat khusus.

Meski kini penjualannya merosot tajam, namun Yuri enggan meminta adanya perubahan jadwal kereta api. Menurutnya hal itu sudah ditentukan oleh pihak PT KAI. Yuri tetap eksis meski cuannya tak lagi seperti dulu.

Dalam sehari, Yuri masih bisa menjual sate hingga 500 tusuk. Namun jika di hari libur penjualan bisa mencapai 1.000 tusuk dalam sehari. Bahkan di hari Lebaran, penjualan sate hingga 3.000 tusuk dalam satu hari

"Kalau penurunan secara umum adalah 20 persen. Tapi Alhamdulillah tetap rame, yang datang mereka yang sengaja pengen makan di sini," pungkasnya.

Untuk diketahui, Sare Maranggi di lokasi wisata kuliner ini diketahui dijual seharga Rp2.000 per tusuk. Untuk nasi, dijual Rp3.000 per bungkus dan ketan bakar Rp5.000 per buah.***

Editor: Solahudin


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x