"Ketiga, tindakan Firli Bahuri dan Karyoto saat menerbitkan surat perintah penyelidikan dan pelimpahan perkara ke kepolisian diduga tidak didahului dengan mekanisme gelar perkara di internal KPK," kata Kurnia.
Dalam aturan internal KPK, telah diatur bahwa untuk dapat melakukan dua hal tersebut mesti didahului dengan gelar perkara yang diikuti oleh kedeputian penindakan serta para pimpinan KPK.
"Keempat, tindakan Firli Bahuri untuk mengambil alih penanganan yang dilakukan oleh Inspektorat Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan diduga atas inisiatif pribadi tanpa melibatkan ataupun mendengar masukan dari pimpinan KPK lainnya," kata Kurnia menambahkan.
Pasal 21 UU KPK menyebutkan bahwa pimpinan KPK bersifat kolektif kolegial.
Berdasarkan empat alasan di atas, ICW menduga tindakan keduanya telah melanggar Pasal 4 Ayat (1) Huruf b, Pasal 5 Ayat (1) Huruf c, Pasal 5 Ayat (2) Huruf a, Pasal 6 Ayat (1) Huruf e, Pasal 7 Ayat (1) Huruf a, Pasal 7 Ayat (1) Huruf b, Pasal 7 Ayat (1) Huruf c Peraturan Dewan Pengawas Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku KPK.
"ICW pun mendesak agar Dewan Pengawas menyelenggarakan sidang dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh Firli Bahuri dan Karyoto," ungkap Kurnia.
Kurnia meminta Dewan Pengawas KPK memanggil dan meminta keterangan dari keduanya serta saksi-saksi lainnya yang dianggap relevan dengan pelaporan tersebut.
Selanjutnya, Dewan Pengawas dapat menjatuhkan sanksi kepada Firli Bahuri dan Karyoto.
Baca Juga: Banjir Rendam Tiga Dusun di Ciparay Kabupaten Bandung
Selain itu, ICW mengingatkan kembali ada dua pelanggaran etik yang telah terbukti dilakukan oleh Firli Bahuri.