Elektabilitas Gerindra Tergerus Korupsi Benur Lobster

- 28 November 2020, 18:00 WIB
MENTERI Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo (kedua kanan) ditunjukkan saat konferensi pers penetapan tersangka kasus dugaan korupsi ekspor benih lobster di Gedung KPK, Kamis 26 November 2020 dini hari.
MENTERI Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo (kedua kanan) ditunjukkan saat konferensi pers penetapan tersangka kasus dugaan korupsi ekspor benih lobster di Gedung KPK, Kamis 26 November 2020 dini hari. /Antara/Indrianto Eko Suwarso

PURWAKARTA NEWS - Dosen Ilmu Politik dan International Studies Universitas Paramadina Ahmad Khoirul Umam menyatakan kasus dugaan korupsi benur Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo berpotensi semakin menggerus elektabilitas Partai Gerindra pada pesta demokrasi 2024.

"Tercokoknya Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo oleh KPK dalam kasus benur semakin mendegradasi kredibilitas dan integritas Gerindra di hadapan pemilihnya," kata Khoirul Umam yang juga Direktur Eksekutif Romeo Strategic Research & Consulting (RSRC) di Jakarta, Sabtu 28 November 2020 dilansir dari Antara.

Khoirul Umam menjabarkan hanya butuh waktu satu tahun sejak bergabung di pemerintahan, Partai Gerindra akhirnya mencatatkan salah satu kader utamanya sebagai pesakitan di Rutan KPK.

Baca Juga: Presiden Jokowi Bakal Reformasi Pengiriman Pekerja Migran

Menteri Kelautan dan Perikanan yang juga Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Edhy Prabowo itu ditangkap KPK terkait kasus korupsi ekspor benur beberapa hari lalu.

Kasus itu, kata, dia berpotensi semakin menggerus elektabilitas Gerindra pada Pemilu 2024. Basis pemilih loyal Partai Gerindra berpotensi mengalami political distrust, yang selanjutnya bermigrasi ke partai-partai lain.

Potensi migrasi pemilih Gerindra itu, menurut dia, disebabkan selama Pemilu 2014 dan 2019, Partai Gerindra telah membangun basis komunikasi intensif dengan simpul-simpul kekuatan Islam konservatif.

Baca Juga: Tahanan Bareskrim Termasuk Jumhur Hidayat Sembuh dari COVID-19

"Hal itu dilakukan tentunya sebagai strategi untuk melalukan pengutuban segmen politik yang berseberangan dengan pemerintah Jokowi kala itu. Karenanya, Gerindra mendapatkan insentif elektoral cukup memadai di Jawa Barat, Banten, dan Sumatera," katanya.

Namun, lanjut dia, fondasi komunikasi itu hancur setelah Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto lebih memilih jabatan politik di kabinet, daripada tetap “puasa kekuasaan” selama 5 tahun ke depan.

"Akibatnya, basis pemilih loyal Gerindra dari segmen Islam di Jawa Barat, Banten, dan Sumatera berpotensi menguap pada Pemilu 2024 mendatang," katanya.

Baca Juga: Luhut Nyatakan Tidak Ada yang Salah dengan Regulasi Benih Lobster

Kemudian, basis pemilih Gerindra dinilai kembali tergerus karena kasus korupsi Menteri Edhy Prabowo, hal itu semakin mendegradasi kredibilitas dan integritas Gerindra di hadapan pemilihnya.

"Seruan-seruan anti-korupsi yang sering dijadikan materi kampanye Prabowo seolah hanya isapan jempol belaka, karena kebetulan saat itu belum pernah kebagian jatah kue kekuasaan," katanya.

Faktanya, menurut Khoirul Umam, hanya butuh waktu satu tahun pemerintahan berjalan untuk membuktikan bagaimana sebenarnya kualitas, kredibilitas, dan integritas kader utama Gerindra saat menjadi pejabat publik di struktur pemerintahan.

Baca Juga: Wali Kota Cimahi Ajay Muhammad Priatna Diduga Terima Suap Rp1,6 Miliar

Tertangkapnya Menteri Kelautan dan Perikanan yang juga Waketum Partai Gerindra Edhy Prabowo itu, kata dia, adalah peringatan keras bagi Partai Gerindra.

Khoirul Umam mengingatkan jika tidak mau semakin ditinggalkan pemilih, Gerindra harus mampu menjelaskan kepada basis pemilih loyalnya, bahwa pilihan politiknya untuk bergabung dengan pemerintahan dan tertangkapnya Edhy Prabowo oleh KPK itu tidak berpengaruh terhadap kredibilitas politik partainya.***

Editor: Muhammad Mustopa

Sumber: ANTARA


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

x