Marak Unjuk Rasa, Epidemiolog UGM: Berisiko Transmisi Covid-19

8 Oktober 2020, 20:03 WIB
Ilustrasi Covid-19. /PIXABAY/Geralt

PURWAKARTA NEWS. Maraknya aksi unjuk rasa di bebeberapa daerah terutama di Daerah Istimewa Yogyakarta berisiko meningkatkan kasus penularan Covid-19.

Ahli Epidemiologi Universitas Gadjah Mada (UGM) dr Riris Andono Ahmad mengatakan, aksi unjuk rasa melibatkan massa dalam jumlah besar tentu memiliki risiko meningkatkan kasus penularan Covid-19 di tengah masa tanggap darurat

Saat Lebaran kemarin saja, lanjut Riris Andono, tidak berapa lama ada peningkatan kasus padahal aktivitas kumpul-kumpul tidak terlalu besar.

Baca Juga: Kasus Corona di Purwakarta Naik Terus, GTPP Klaim Masif Lakukan Swab Test

"Bisa dibayangkan kalau kemudian interaksi dalam kerumunan terjadi sedemikian besar," kata Riris Andono seperti dikutip dari Antaranews.com, Kamis 8 Oktober 2020.

Dalam kerumunan yang besar seperti unjuk rasa, tidak ada yang dapat menjamin bahwa seluruh pesertanya tidak ada yang membawa virus.

Ia menuturkan, kendati sudah ada imbauan untuk menerapkan protokol kesehatan tidak ada yang dapat menjamin bahwa dalam kerumunan itu seluruh pesertanya bisa terus menerus memakai masker.

Baca Juga: Hari Ini, 10 Ribu Massa Hadiri Unjuk Rasa Tolak Omnibus Law di Purwakarta

"Lalu siapa yang bisa menjamin mereka tidak kontak dengan permukaan yang terkontaminasi, lalu entah menyentuh mulutnya atau matanya dalam kerumunan yang sebegitu besar," kata dia.

Selain itu, Riris Andono melanjutkan bahwa pelacakan kontak erat akan sulit dilakukan, apabila kemudian muncul kasus penularan Covid-19.

"Bagaimana mau tracing kalau kita tidak kenal orang di sekitar kita, kalau di pasar masih mungkin mengingat orang yang kontak tetapi kalau di kerumunan sulit mengingat," kata dia.

Baca Juga: Hari Ini Aliansi Mahasiswa Bergerak ke Jakarta, Tuntut Pembatalan UU Cipta Kerja

Dalam status tanggap darurat seperti yang masih berlaku di DIY, kata dia, semestinya apa pun kegiatan yang memicu kerumunan besar bisa dicegah mengingat kasus penularan masih tinggi.

"Kalau memang mau serius menghentikan penularan ya kegiatan-kegiatan seperti itu seharusnya tidak diperbolehkan wong sekarang masih tanggap darurat. Dalam situasi tanggap darurat semestinya bisa menggunakan pendekatan darurat," ujarnya. ***

 

 

Editor: Opie Febiwara

Sumber: Antaranews.com

Tags

Terkini

Terpopuler