Empat Desa di Purwakarta Masih Memegang Teguh Budaya Berbasis Kearifan Lokal

- 26 September 2021, 10:27 WIB
Pencak silat dalam pementasan seni buhun di Kecamatan Kiarapedes
Pencak silat dalam pementasan seni buhun di Kecamatan Kiarapedes /Facebook/Kiarapedes Mantes

PURWAKARTA NEWS - Dinas Pemuda Olahraga Pariwisata dan Kebudayaan (Disporaparbud) Kabupaten Purwakarta, melansir ada empat desa yang hingga kini masih melestarikan budaya tradisi dan kearifan lokal. Empat desa itu, sering menggelar acara kebudayaan yang sudah berusia lebih dari 50 tahun.

Kepala Bidang Kebudayaan Disporaparbud Kabupaten Purwakarta, Dindin Ibrahim Mulyana, mengatakan, saat ini baru empat desa yang terindentifikasi sebagai desa budaya. Pasalnya, desa tersebut secara konsisten menggelar upacara-upacara tradisional berbasis kearifan lokal.

"Empat desa itu, yakni Mekarjaya (Kecamatan Kiarapedes), Desa Kiarapedes (Kecamatan Kiarapedes), Linggamukti (Kecamatan Darangdan), Desa Parungbanteng (Kecamatan Sukasari)," ujarnya, kepada Purwakarta News, Minggu 26 September 2021.

Baca Juga: Jadwal dan Lokasi Vaksinasi di Kabupaten Purwakarta 27-30 September 2021

Baca Juga: Satgas Citarum Sektor 13 Salurkan Bantuan Renovasi Masjid

Baca Juga: Razia Kamar Warga Binaan, Petugas Lapas Purwakarta Temukan Puluhan Barang Terlarang hingga Sajam

Dindin menyebutkan, dari empat desa itu, Desa Mekarjaya yang paling sering menggelar upacara budaya. Bahkan, di desa itu ada empat upacara yang digelar dalam setahun.

 Pertama, upacara babarik. Yaitu, upacara menyambut tahun baru hijriah, dan digelar di setiap bulan Muharam. Inti dari upacara itu, yakni do'a bersama masyarakat.

Supaya diberi kesehatan serta rezeki yang melimpah. Selain itu, uniknya dalam upacara itu setiap warga atau kepala keluarga membawa makanan ke tempat upacara. Lalu, makanan itu akan dibagikan atau dimakan bersama-sama.

Kemudian, hajat mulud yang dilaksanakan di bulan Mulud setiap tanggal 25, 27, 29, atau akhir Mulud. Warga di desa ini, dari mulai tanggal 1 Mulud, datang ke kesepuhan (tetua adat), untuk membawa bahan makanan yang mentah.

Pada waktunya hajat, maka bahan makanan yang terkumpul itu akan di masak bersama-sama. Lalu, tetua adat akan berdoa, supaya diberi kesalamatan dan keberkahan. Setelah itu, warga setempat akan makan bersama.

Baca Juga: Jadwal Acara TV Indosiar Minggu, 26 September 2021: Ada Opening Ceremony Liga 2 dan Mega Bollywood Dilwale

Baca Juga: Kumpulan Kode Redeem FF 26 September 2021 Server Indonesia, Ada Hadiah M1887 Rapper Underworld Gratis

Baca Juga: Ramalan Zodiak Minggu 26 September 2021: Libra, Scorpio hingga Sagittarius

"Sisanya, makanan itu akan dibagikan kepada warga yang tak bisa hadir," ujarnya.

Selanjutnya, upacara mangkek atau mengikat padi (nalian pare). Padi yang diupacarakan ini, merupakan beras khusus. Yakni, beras merah yang masih ada tangkainya. Kemudian, padi itu dimasukan ke lumbung.

Upacara ini, merupakan penjabaran dari program ketahanan pangan yang saat ini digulirkan pemerintah. Adapun padi ini, yakni jenis Enar yang ditanam setahun sekali di desa itu.

Upacara keempat, yakni hajat bumi. Upacara ini, setiap warga membawa bahan pokok, palawija, peralatan masak, sampai peralatan rumah tangga. Setelah itu, bahan-bahan tersebut dikumpulkan di lokasi ngaruat.

Puncaknya, akan diadakan pementasan wayang golek. Biasanya, hajat bumi ini diselenggarakan setiap bulan September.

"Bahkan, hajat bumi ini akan menjadi agenda budaya tahunan di Kabupaten Purwakarta," ujar Dindin.

Saat ini, lanjut Dindin, pihaknya terus menginventarisasi data, desa-desa yang masih konsisten menggelar kebudayaan. Tujuannya, supaya budaya-budaya tradisi ini tidak punah dan tetap lestari. ***

Editor: Aga Gustiana


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini