Anne Ratna Mustika Gugat Cerai Dedi Mulyadi, Ini Dua Istilah Perceraian yang Ada dalam Islam

22 September 2022, 18:57 WIB
Anne Ratna Mustika Gugat Cerai Dedi Mulyadi, Ini Dua Istilah Perceraian yang Ada dalam Islam /

PURWAKARTA NEWS - Kabar mengenai gugatan cerai yang dilakukan oleh Bupati Purwakarta, Anne Ratna Mustika terhadap anggota DPR RI, Dedi Mulyadi mengejutkan banyak pihak.

Menurut keterangan, Anne Ratna Mustika datang sendiri ke Pengadilan Agama dan mendaftar gugatan cerai bersama dengan Dedi Mulyadi.

Selain itu, Anne Ratna Mustika juga menutup rapat terkait alasannya melakukan gugatan cerai terhadap sang suami, Dedi Mulyadi.

Baca Juga: Bupati Purwakarta Anne Ratna Mustika Mengkonfirmasi Soal Kabar Gugatan Cerai Terhadap Dedi Mulyadi

Akan tetapi, telah diketahui bahwa sidang pertama terkait gugatan cerai Anne Ratna Mustika terhadap Dedi Mulyadi akan dilangsungkan pada pekan yang akan datang, tepatnya pada tanggal 5 Oktober 2022.

Menurut hukum negara, gugatan cerai yang diajukan oleh Anne Ratna Mustika kepada Dedi Mulyadi merupakan hal yang sah-sah saja dan dapat diterima.

Baca Juga: Disharmoni Hubungan Anne Ratna Mustika dengan Dedi Mulyadi Hingga Dualisme di Kalangan Birokrat Purwakarta

Akan tetapi, bagaimana pandangan Islam terhadap gugatan cerai yang dilakukan oleh Anne Ratna Mustika terhadap Dedi Mulyadi?

Apakah seorang istri mengajukan gugatan cerai terhadap suami merupakan hal yang tidak diperbolehkan menurut hukum Islam?

Dikutip PurwakartaNews.com dari berbagai sumber, menurut para ahli, alasan utama terjadinya sebuah perceraian yang sering terjadi ialah disebabkan karena kurangnya komitmen, perselingkuhan, dan pemasalahan atau pertengkaran yang tak kunjung menemukan titik terang untuk mengatasinya.

Baca Juga: Anne Ratna Mustika Berikan Keterangan Soal Gugatan Cerai Dirinya Terhadap Dedi Mulyadi

Biasanya, kebanyakan pasangan tak menyadari dengan kesalahan yang ada pada diri mereka sendiri dan menyalahkan pasangan.

Gugatan cerai dalam ajaran agama Islam mempunyai dua istilah, yaitu fasakh dan khulu.

Fasakh merupakan terlepasnya jalinan ikatan pernikahan antara suami istri lalu istri tidak mengembalikan maharnya atau istri tidak memberikan kompensasi pada suami.

Baca Juga: Profil Biodata dan Riwayat Karir Dedi Mulyadi dari DPRD, Bupati Purwakarta hingga DPR RI

Sedangkan khulu, merupakan gugatan cerai seorang istri yang mana istri tersebut mengembalikan mahar dan sejumlah harta kepada suaminya.

Dalam beberapa insiden, perceraian terjadi tidak hanya diajukan oleh suami, akan tetapi juga dapat diajukan oleh sang istri.

Menurut hukum negara, baik gugatan cerai itu diajukan oleh suami atau oleh istri, keduanya sah dan diperbolehkan, akan tetapi dalam ajaran agama Islam terdapat hukum-hukum atau peraturan yang perlu diperhatikan jika seorang istri mengajukan gugatan cerai.

Baca Juga: Anne Ratna Mustika Gugat Cerai Dedi Mulyadi, Sidang Perdana Digelar Awal Oktober

Firman Allah SWT dalam QS. Al-Baqarah ayat 229 yang memiliki arti:

"Jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami istri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh istri untuk menebus dirinya"

Seorang istri diperbolehkan memberikan gugatan cerai terhadap suaminya akan tetapi harus berdasarkan dengan syarat dan alasan yang jelas.

Baca Juga: Tahapan Gugatan Cerai Anne Ratna Mustika Sudah Dimulai, Dedi Mulyadi Tak Hadiri Ulang Tahun Yudistira

Satu hal yang perlu diingat bahwa ketika istri mengajukan gugatan cerai kepada suami, maka tidak ada kata "rujuk".

Akan tetapi gugatan cerai seorang istri hukumnya akan menjadi haram jika sang istri memberikan gugatan cerai kepada suaminya tanpa alasan.

Hal tersebut diungkapkan dalam HR. Abu Dawud, At-Timidzi dan Ibu Majah.

Baca Juga: Laporan Harta Kekayaan KPK Dedi Mulyadi dan Anne Ratna Mustika dari 2018-2021

"Siapa saja wanita yang meminta (menuntut) cerai kepada suaminya tanpa alasan yang dibenarkan maka diharamkan bau surga atas wanita tersebut."

Dalam gugatan cerai dengan istilah khulu yang memiliki hukum mubah, diperlukan kesepakatan antara kedua belah pihak, baik itu kesepakatan dari suami ataupun kesepakatan dari istri.

Maka, dengan kesepakatan tersebut sekaligus menunjukkan bahwa akad khulu, diharuskan untuk adanya kerelaan dari pihak suami untuk menerima tebusan.

Tak hanya itu, diharuskan pula adanya kesanggupan dari pihak istri.

Hal yang paling penting ialah nominal tebusan tersebut tidak diperbolehkan melebihi nominal maskawin saat pernikahan.

Imam Abu Ishak Ibrahim bin Ali bin Yusuf al-Fairuzzabadi al-Syairazi dalam bukunya al-Muhadzdzab fi Fiqih al-Imam al-Syafi'i menjelaskan, "Apabila seorang perempuan benci terhadap suaminya karena penampilannya yang jelek, atau perlakuannya yang kurang baik, sementara ia takut tidak akan bisa memenuhi hak-hak suaminya, maka boleh baginya untuk mengajukan khulu dengan membayar ganti rugi atau tebusan."

Baca Juga: Menyoal Harta Gono-gini, Inilah Laporan Kekayaan KPK Anne Ratna Mustika dan Dedi Mulyadi

Selain dengan alasan takut berbuat kufur, terdapat beberapa alasan lain diperbolehkan seorang istri mengajukan gugatan cerai ialah saat suami melakukan penganiayaan berupa fisik maupun verbal hingga membuat istri menjadi menderita.

Selain itu gugatan cerai diperbolehkan diajukan oleh istri kepada suaminya, jika sang suami tidak menjalankan kewajiban dan perintah agama dan tidak menjalankan kewajibannya terhadap sang istri, seperti selingkuh, berzina, tidak menjalankan aturan agama, dan melakukan hal yang tidak baik kepada istri, maka sang istri diperbolehkan untuk mengajukan gugatan cerai.

Gugatan cerai juga diperbolehkan oleh sang istri ketika suami tidak memberikan nafkah, sementara sang suami mampu untuk menafkahinya. ***

Editor: Solahudin

Sumber: Berbagai Sumber

Tags

Terkini

Terpopuler