PURWAKARTA NEWS - Wakil Ketua Komisi IV DPR RI, Dedi Mulyadi merespons adanya narasi SARA Edy Mulyadi menyoal Ibu Kota Negara (IKN) yang telah diberi nama Nusantara.
Respons Dedi Mulyadi soal pro dan kontra di negara demokrasi seperti ini merupakan hal biasa. Ini menandakan ruang demokrasi sangat terbuka bagi seluruh warga.
Namun, Dedi Mulyadi yang juga merupakan mantan Bupati Purwakarta ini menilai, ruang demokrasi tidak mesti diisi dengan narasi SARA.
“Tetapi yang mestinya dihindarkan adalah kita tidak menggunakan kata-kata yang bisa dianggap merendahkan martabat orang lain, kehormatan orang lain dan tidak memuliakan tempatnya orang lain,” kata Dedi Mulyadi dalam keterangannya, Selasa 25 Januari 2022.
Kang Dedi, -sapaan akrab Dedi Mulyadi- menyebut bahwa setiap daerah yang ada di Indonesia memiliki potensi. Tak terkecuali kata dia, Kalimantan.
Kalimantan dari pandangan Dedi Mulyadi merupakan daerah yang akan menjadi sentra kepentingan ekonomi dan konservasi nasional bahkan dunia.
“Karena di Kalimantan itulah udara bersih bisa kita dapatkan dari hamparan hutan yang menjadi paru-paru dunia. Dari Kalimantan itulah batubara dihasilkan, dari Kalimantan itulah kayu-kayu baik dihasilkan,” katanya.
Baca Juga: Ramalan Zodiak Libra dan Scorpio, Selasa, 25 Januari 2022: Masalah Profesi Anda Akan Segera Teratasi
Dia juga berharap agar pembangunan IKN Nusantara di Kalimantan harus tetap menjaga tanpa merusak dan bisa selaras dengan pelestarian lingkungan.
“Sehingga ruang-ruang konservasi sebagai paru-paru dunia harus menjadi sendi utama dalam kebijakannya. Pertumbuhan ekonomi bisa selaras dengan pelestarian lingkungan. Prinsip-prinsip itulah yang harus kita jaga bersama dibanding kita terus menerus berkonflik yang melahirkan isu SARA,” ucapnya.
Seperti diketahui saat ini masyarakat kembali heboh dengan pernyataan yang mengandung isu SARA.
Pernyataan tersebut dilontarkan oleh Edy Mulyadi yang menyebut IKN Nusantara di Kalimantan adalah tempat jin buang anak.
Hal tersebut menyulut emosi khususnya warga Kalimantan yang tidak terima tanah kelahirannya disebut dengan istilah tidak pantas dan cenderung mengarah pada isu SARA.***